''Jodoh itu gak kemana, Men.'' kata Junet, ''Ya dilihat aja lah, nanti
Sang Dewi kuliah dimana, nanti kan ketauan jodohnya.'' jawab Somen. ''Iyo, Men, masa depan masih jauh, Batara Kala belum memberikan titah
kepada waktu, masih banyak Dewi dari berbagai negeri di Jawa ini.'' Setelah Takmir, Rosed juga memberi pesan, ''Kalo memang engkau masih
mengharapkan Dewi Kencana Asri memohonlah pada Sang Hyang.''
Di tengah-tengah keseruan pembahasan keempat ponokawan mengenai 'jodoh', tiba-tiba datanglah Seorang Raksasa, Kamaageni, kama itu sperma, geni itu api. Kamageni mengaku bahwa ia adalah utusan dari Negeri Alasayu, tempat Prabu Jikaraya, orang yang akan menikahi Dewi Kencana Asri. Ternyata kabar mengenai ponokawan Somen yang berasal dari Negeri Madayu, bahwa ia mencintai calon permaisuri Sang Prabu tlah sampai di Alasayu.
Bumi gonjang ganjing, Sang Raksasa membanting segala apa yang ada di sekitarnya, keempat ponokawan, Somen, Takmir, Rosed, Junet bersiap-siaga. Belum ada yang tahu bahwa keempat ponokawan pernah melatih diri bersama di Negeri Hastinapura, asal Para Pandawa. Ponokawan Somen murid Yudhistira, Junet murid Bima, Takmir murid Arjuna, Rosed murid si kembar Nakula-Sadewa.
Walaupun Somen penuh kegalauan gara-gara cintanya yang tak terbalas, sebagai seorang pemimpin, ia harus menunjukkan kebijaksanaannya.
Kacap kacarita, keempat Ponokawan beradu sakti dengan Raksasa Kamageni, yang memiliki tubuh sebesar Rahwana alias Dasamuka. ''Sorry, Men, cah edan iki terlalu kuat.'' keluh Rosed sambil menggos-menggos, jenggotnya penuh peluh, ''Miir, siapkan anak panahmu!!'' Somen tlah memberi titah, Takmir menyiapkan 50 anak panah yg siap diarahkan kepada Kamageni, ''Siji ae, Takmiir..zzz'' Somen sewot. ''Oalaah.''
Kamageni, menggoyang-goyang bumi, sembari mengibaskan seluruh tubuhnya, lalu api bermunculan dari setiap keringat yang muncrat, ''Arrghh!''
Saat para ponokawan semakin kuwalahan dan hampir pingsan, kekuatan tersisa dikumpulkan untuk serangan terakhir, ''Bersiap!'' teriak Somen. Rosed dengan lincah mendekat kaki-kaki Kamageni, langsung memotong keduanya, Kamageni jatuh terlentang, namun kakinya akan segera tumbuh. Kelemahan Kamageni terdapat pada selangkangannya, hal itu diketahui oleh Somen, ''Jun, patahkan kedua tangan Kamageni dengan Gadamu!''
Gada Junet dilempar, sejatinya gada tersebut dapat membelah menjadi dua ketika di-remote dengan controller yang ada di tangan Junet. Pyaar!! Kedua tangan Kamageni remuk, inilah kesempatan yang tepat bagi Takmir untuk melesatkan anak panahnya, Wuuuuuuusss.... Anak panah tersebut dengan cepat melesat ke arah selangkangan Kamageni,#makjleeeb, tepat sasaran, tiba-tiba Booom! Tubuh Makageni hancur.
Ketika tubuh Kamageni hancur, keempat ponokawan segera meluncur ke Negeri Alasayu, ingin menemui Prabu Jikaraya.
Di depan pintu gerbang, Somen meneriakan sebuah sumpah, seperti auman singa, sekuat sumpah Bisma, Kakek para pandawa dan korawa.
''Hai, Prabu, sekalipun aku tlah menyesal mencintai Dewi Kencana Asri, maka, ijinkanlah aku sampaikan Jika Sang Dewi diterima di tempat kuliah sepertimu, maka aku tak akan mendekati dan mencintainya lagi, namun jika diterima di tempat kuliah sepertiku, ijinkanlah aku tetap mencintainya, terus menulis puisi tentangnya, melukis keindahannya ingatlah itu, wahai penguasa Alasayu!'' Setelah Somen mengikrarkan sumpah, ia beserta sahabat-sahabatnya kembali ke Madayu.
telah ditweetkan oleh@ariyandi501
Di tengah-tengah keseruan pembahasan keempat ponokawan mengenai 'jodoh', tiba-tiba datanglah Seorang Raksasa, Kamaageni, kama itu sperma, geni itu api. Kamageni mengaku bahwa ia adalah utusan dari Negeri Alasayu, tempat Prabu Jikaraya, orang yang akan menikahi Dewi Kencana Asri. Ternyata kabar mengenai ponokawan Somen yang berasal dari Negeri Madayu, bahwa ia mencintai calon permaisuri Sang Prabu tlah sampai di Alasayu.
Bumi gonjang ganjing, Sang Raksasa membanting segala apa yang ada di sekitarnya, keempat ponokawan, Somen, Takmir, Rosed, Junet bersiap-siaga. Belum ada yang tahu bahwa keempat ponokawan pernah melatih diri bersama di Negeri Hastinapura, asal Para Pandawa. Ponokawan Somen murid Yudhistira, Junet murid Bima, Takmir murid Arjuna, Rosed murid si kembar Nakula-Sadewa.
Walaupun Somen penuh kegalauan gara-gara cintanya yang tak terbalas, sebagai seorang pemimpin, ia harus menunjukkan kebijaksanaannya.
Kacap kacarita, keempat Ponokawan beradu sakti dengan Raksasa Kamageni, yang memiliki tubuh sebesar Rahwana alias Dasamuka. ''Sorry, Men, cah edan iki terlalu kuat.'' keluh Rosed sambil menggos-menggos, jenggotnya penuh peluh, ''Miir, siapkan anak panahmu!!'' Somen tlah memberi titah, Takmir menyiapkan 50 anak panah yg siap diarahkan kepada Kamageni, ''Siji ae, Takmiir..zzz'' Somen sewot. ''Oalaah.''
Kamageni, menggoyang-goyang bumi, sembari mengibaskan seluruh tubuhnya, lalu api bermunculan dari setiap keringat yang muncrat, ''Arrghh!''
Saat para ponokawan semakin kuwalahan dan hampir pingsan, kekuatan tersisa dikumpulkan untuk serangan terakhir, ''Bersiap!'' teriak Somen. Rosed dengan lincah mendekat kaki-kaki Kamageni, langsung memotong keduanya, Kamageni jatuh terlentang, namun kakinya akan segera tumbuh. Kelemahan Kamageni terdapat pada selangkangannya, hal itu diketahui oleh Somen, ''Jun, patahkan kedua tangan Kamageni dengan Gadamu!''
Gada Junet dilempar, sejatinya gada tersebut dapat membelah menjadi dua ketika di-remote dengan controller yang ada di tangan Junet. Pyaar!! Kedua tangan Kamageni remuk, inilah kesempatan yang tepat bagi Takmir untuk melesatkan anak panahnya, Wuuuuuuusss.... Anak panah tersebut dengan cepat melesat ke arah selangkangan Kamageni,
Ketika tubuh Kamageni hancur, keempat ponokawan segera meluncur ke Negeri Alasayu, ingin menemui Prabu Jikaraya.
Di depan pintu gerbang, Somen meneriakan sebuah sumpah, seperti auman singa, sekuat sumpah Bisma, Kakek para pandawa dan korawa.
''Hai, Prabu, sekalipun aku tlah menyesal mencintai Dewi Kencana Asri, maka, ijinkanlah aku sampaikan Jika Sang Dewi diterima di tempat kuliah sepertimu, maka aku tak akan mendekati dan mencintainya lagi, namun jika diterima di tempat kuliah sepertiku, ijinkanlah aku tetap mencintainya, terus menulis puisi tentangnya, melukis keindahannya ingatlah itu, wahai penguasa Alasayu!'' Setelah Somen mengikrarkan sumpah, ia beserta sahabat-sahabatnya kembali ke Madayu.
telah ditweetkan oleh
Komentar
Posting Komentar