Langsung ke konten utama

Teruntuk Sang Mentor

Hari Rabu menjelang wisuda kakak kelas program studi Diploma 4, aku mengajak Ilham, Agung, Ian untuk memberikan kenang-kenangan kepada Mas Anugro, mentor lama kami. Kenang-kenangan berupa suatu barang yang dapat bermanfaat. Selain sebagai ucapan maaf dan terima kasih, hadiah yang akan kami berikan sebagai pengganti traktiran yang pernah Mas Anugro lakukan di awal mentoring dulu. Kelompok mentoringku (selain ketiga orang tersebut) juga ada Indro, Arnel dan Aziz, walaupun Aziz hanya mengikuti dua pertemuan. Kami melakukan mentoring tidak sesering kelompok yang lain. Apalagi di akhir-akhir ini, mungkin mulai awal semester 5, kami sudah tidak pernah melaksanakan kegiatan pembinaan tersebut. Ada saja alasan yang kami lontarkan, sebagai dalih untuk menutupi rasa malas kami.


“Ayo kita ngasih sesuatu buat Mas Anugro! Ya minimal sebagai pengganti traktiran di Jannah dulu, gimana?” ajakku sore itu.


“Oke, aku ikut aja, “ jawab Ian sekenanya, ia masih asyik bermain sebuah game PC.



Ilham dan Agung yang sedang sibuk menyiapkan berkas daftar ulang Lanjut Jenjang juga memberikan saran. “Bagaimana kalo buku tulis?” saran Ilham. “Mas Anugro diterima di PLN,” lanjutnya.


Hmm. Meski sepertinya asal bunyi, namun ide Ilham sangat bagus. Buku tulis tentu saja adalah benda yang dapat bermanfaat. Lalu, PLN? Aku baru tahu kalau Mas Anugro diterima kerja di perusahaan listrik tersebut.


Aku adalah orang paling berdosa kepada Mas Anugro, begitulah yang ku pikirkan. Terang saja, aku tidak pernah berterima kasih atas apa yang selama ini dia berikan. Sharing pengalaman, ilmu, pembinaan. Aku bersikap kurang ajar dengan menampilkan muka yang kurang enak dilihat setiap kali bertemu dengannya. Kalaupun itu senyuman, senyuman penuh sarkasme yang aku berikan. Aku malah sering berlaku nyinyir jika membahas mentoring dengan Mas Anugro, baik mentoring yang diurus BPM atau kelompok mentoringku sendiri. Semua bermula ketika dia ditunjuk menjadi Ketua Umum salah satu Ormek (organisasi mahasiswa ekstra kampus) dan menjadikan patnerku (Dila, Sekretaris Direktur BPM) sebagai pengurus harian di organisasi tersebut. Aku takut BPM tidak terurus karena percabangan amanah, begitulah yang aku katakan kepada Mas Anugro supaya tidak menjadikan Dila pengurus harian. Dan akhirnya aku kecewa dengan mantan ketum UKKI itu, hingga memperlakukannya bukan sebagai mentor. Tiada rasa hormat untuknya. Aku menyesal. Maka, sebagai ucap maaf dan terima kasih, perlu bagiku untuk memberikan sesuatu, yang terbaik yang bisa kusiapkan, untuk kesempatan terakhir ini. Waktu wisuda.


Selepas tak menemukan barang yang pasti akan dihadiahkan, aku membuka forum di chat kelompok mentoring di Facebook. Indro, Agung dan Ilham menanggapi dan memberikan saran. Kulihat Ian dan Arnel tidak mengikuti diskusi Online tersebut, maka kuputuskan untuk menanyakan langsung lewat BBM. Tapi tidak ada respons. Diskusi di chat Facebook berakhir tanpa ada Keputusan. Tidak mengapa. Masih ada 2 hari lagi sebelum Hari Sabtu.


Kamis malam, aku kembali membuka diskusi di chat Facebook, namun tetap saja hasilnya nihil. Minimal aku ingin memastikan siapa saja yang bisa hadir menyambut Mas Anugro. Aku masih berusaha mengajak mereka karena itulah yang mungkin dapat membuat Mas Anugro bangga memiliki binaan seperti kami, seperti aku. Di sela-sela perenunganku, aku mendapat pesan dari Agung. Dia mengingatkanku mengenai kegiatan IPMB yang harus dihadiri mahasiswa baru lanjut jenjang pada Hari Jumat esok hari. Tentu saja. Aku mendapatkan ide untuk membahas rencana penyambutan Mas Anugro ketika di kampus dengan Ian, Ilham, Aziz dan Agung.


IPMB pada Hari Jumat diisi dengan materi-materi, sangat padat, sehingga aku tidak sempat membahas apa-apa dengan teman kelompok mentoring. Sore hari ketika materi terakhir di Laboratorium Computer Vision berakhir, aku meminta Ian, Ilham, Aziz dan Agung untuk memberikan saran. Juga menanyakan apakah mereka bisa hadir esok hari. Namun tetap saja tidak ada antusiasme dari mereka. Hanya Ilham dan Agung yang masih sedikit bersemangat.


“Aku punya ide untuk memberikan poster, berisi foto-foto kita bareng Mas Anugro.” Akhirnya aku menyampaikan gagasanku. “Ho, nanti kamu bisa nyetak?” tanyaku kepada Ilham.


“Oke, mana desainnya?”


“Nanti aku desainkan, terus aku kirim.”


Kudengar Ilham berkata ‘Oke’ dan aku melangkah keluar laboratorium. Aku, Ian, Ilham dan Agung beserta teman-teman yang lain menuju musala untuk melaksanakan Salat Ashar.


Poster yang bergambar foto-foto bersama Mas Anugro, foto-foto narsis kelompok mentoringku dan ditambahi kata-kata manis tentu saja akan sangat berkesan. Aku bersyukur karena mendapatkan ide itu. Murah tetapi sangat berharga.


Sesuai Salat Ashar, aku bertanya lagi kepada teman-teman kelompok mentoring yang ada di pinggirku. Ilham menyarankan untuk memberi Mas Anugro jinten hitam atau madu. Ya! Ide yang sangat brilian. Jinten hitam dan madu adalah barang yang sangat bermanfaat. Aku mengagumi temanku satu ini, dia selalu memberikan kejutan di saat-saat yang tepat.


“Oke, besok bawakan satu jinten hitam dan satu madu. Pokoknya nanti kalo ada apa-apa aku SMS,” ujarku kepada Ilham.


Aku membayangkan sebuah kejutan yang sangat berkesan untuk Mas Anugro waktu wisuda besok. Saran Agung untuk mengajak Mas Anugro untuk membuat janji aku tolak mentah-mentah, karena jika begitu maka tidak akan menjadi sebuah kejutan. Walaupun ada rasa takut nanti Mas Anugro akan disambut oleh ormek yang pernah dipimpinnya, hingga ia akan banyak menghabiskan waktu bersama mereka, aku tetap saja bersemangat untuk memberikan yang terbaik untuk mentor yang telah memberikan banyak pelajaran kepadaku.


Sesampainya di rumah, aku langsung membuka laptop. Tidak ingin menyia-nyiakan waktu yang ada, aku mendesain poster untuk Mas Anugro, membuka Facebook untuk mengambil gambar dan meminta sebuah foto kepada Ian. Hampir-hampir lupa untuk memberitahu teman-teman untuk hadir esok hari, aku mengingatkan mereka lewat BBM, Whatsapp dan chat Facebook. Akan mengasyikkan jika beramai-ramai datang.


Aku mendesain sangat minimalis tapi kusisipkan kata-kata paling indah dan paling tulus. Sebuah kalimat yang menunjukkan bahwa Mas Anugro tidak akan menyesal pernah membina kami, membina aku. Kurasakan sebuah senyuman yang datang dari dia ketika melihat poster ini. Mungkin poster ini akan dipajang di kamar kosnya atau di tempat kerjanya di PLN.


Waktu hampir menjelang malam, sekitar pukul 20.00 desain poster sudah tinggal cetak. Aku tidak sabar untuk melihat hasilnya, maka rencana untuk meminta bantuan Ilham ditunda. Aku yang harus mencetak poster ini. Kukirimkan pesan kepada Agung supaya ia dapat menemaniku menunggu di tempat percetakan poster. Ia menyanggupi. Aku bergegas menuju percetakan di dekat kampus.


Tempat percetakan sangat ramai. Banyak orang mengantre. Dari hasil cetakan mereka, aku dapat melihat bahwa euforia wisuda sangat membuat laris usaha-usaha seperti ini. Agung datang sekitar 30 menit setelah aku tiba. Dia tampak tidak sabar untuk menunggu. Berulang kali aku menenangkannya dengan menyuruhnya membayangkan kebahagiaan Mas Anugro besok siang.


Sembari menunggu, aku mengonfirmasi kehadiran teman-teman. Ian bersikeras untuk tidak hadir. Arnel tidak bisa datang karena masih di Kediri. Kesalahanku karena tidak memberitahunya jauh-jauh hari. Indro tidak ada kabar. Aziz tentu saja tidak akan datang. Ilham harus ikut karena hadiah dibawa olehnya. Agung sendiri masih belum memberi kepastian. Biarlah. Walaupun harus aku sendiri yang bisa, aku tetap akan menyambut Mas Anugro dan meminta maaf kepadanya.


Hari yang ditunggu-tunggu datang juga. Benar sekali, hanya aku yang bisa. Agung akhirnya berkata tidak bisa datang karena ada acara. Ilham yang kutugasi untuk membawa hadiah, setelah menyerahkannya padaku di kampus, ia undur diri. Apa boleh buat. Untung saja Irfan, salah satu staf ahli BPM meng-iya-kan untuk hadir. Selain ke Mas Anugro, rencananya kami akan menyambut Mas Faruqi, Direktur BPM sebelum aku.


Aku menyiapkan hadiah yang akan kuberikan kepada Mas Anugro di kantin kampus, dengan melihat persiapan yang dilakukan adik-adik mahasiswa baru IT angkatan 2015. Selain aku, di kantin juga ada fungsionaris HIMIT, kakak kelas, teman satu angkatanku, alumni yang berniat menyambut wisudawan dan wisudawati. Karena Irfan bisa hadir pukul 11.00, aku bersama teman-teman yang lain menuju ke Graha ITS terlebih dahulu. 


Di pohon-pohon depan gerbang kampus berjejer panji-panji himpunan. Memisahkan jalan kembar yang ada. Tampak megah karena memang disiapkan untuk menyambut Mas dan Mbak yang telah berhasil di kampus perjuangan. Salah satu jalanan yang berada di depan kampus ditutup sehingga ratusan mahasiswa baru dari berbagai himpunan, dengan baju sesuai warna kebanggaan masing-masing memenuhi jalanan. Mereka menyanyikan yel-yel dan jargon untuk menambah semangat, tak ingin kehabisan gairah untuk menyambut kakak kelas mereka.


Aku masih menunggu Irfan. Aku bersama teman yang lain berdiri di depan kampus, di sebelah jalan menuju pusat bahasa ITS. Kami senang melihat pemandangan yang hanya didapati setahun sekali tersebut, tepatnya ketika wisuda utama, Bulan September. Namun khusus tahun ini, akan ada dua waktu wisuda. Jika pekan ini kakak kelas program studi D4 mengikuti wisuda, Hari Sabtu minggu depan giliran program studi D3. Aku termasuk mahasiswa yang akan diwisuda. Aku bahagia tapi aku tetap merasa bersalah jika hari ini tidak menyambut Mas Anugro.


Ketika Irfan sampai, kami bergegas menuju Graha ITS. Kami menunggu di depan pintu keluar atau pintu masuk. Sama saja. Aku melihat banyak sekali orang yang juga ingin menyambut wisudawan. Para orang tua, para sahabat, teman, pacar, fungsionaris himpunan, mahasiswa baru dengan tampang lugu dan baju warna jurusannya dan banyak lagi. Memang sepertinya wisuda di Indonesia adalah momen paling membahagiakan. Aku pun sempat membayangkan akan mendapatkan kejutan di hari wisudaku nanti. Sahabat-sahabatku akan datang, staf-stafku akan menyambut, mente-menteku juga. Dan salah satu akhwat yang kuanggap spesial juga akan datang memberikan kejutan. Tapi semua itu telah kuhapuskan dari anganku. Aku tidak ingin berekspetasi lebih.


Sudah hampir 1 jam berlalu, akhirnya acara wisuda telah selesai. Satu per satu wisudawan dan wisudawati keluar gedung. Aku menunggu di depan pintu keluar yang sudah disiapkan oleh himpunan dan pada akhirnya aku harus menyesal menunggu di sini. Baik Mas Faruqi maupun Mas Anugro yang sejak tadi kutunggu tidak muncul-muncul. Sebagai gantinya, aku menyalami kakak-kakak kelas yang aku kenal. Mengucapkan selamat kepada mereka.


Setelah lama menunggu hingga wisudawan terakhir lewat, aku dan Irfan belum menjumpai orang yang diharapkan akan muncul. Aku mengajak Irfan untuk menuju pintu yang lain. Kami berjalan menghindari sekumpulan orang-orang yang sedang berbahagia. Mataku tidak meleset satupun dari wisudawan. Mudah saja karena mereka memakai baju yang sama, baju yang unik.


Setiap orang yang kuketahui mengenal Mas Faruqi dan Mas Anugro aku tanyai, tetapi mereka menjawab tidak tahu. Aku mencoba untuk menelepon tetapi pulsa ku tidak mencukupi. Kupinta Irfan untuk menelepon, tetapi ia malah menyuruhku. Beberapa kali kutelepon Mas Faruqi tidak diangkat, apalagi Mas Anugro. Aku hampir menyerah. Sudah berulang kali aku memutari gedung Graha untuk mencari mereka, tetapi tidak kutemui. Mungkin saja Mas Faruqi sudah berkumpul dengan keluarga dan kembali kampus. Lalu Mas Anugro telah berkumpul dengan kawan-kawan ormeknya.


Akhirnya aku mengajak Irfan untuk kembali ke kampus. Aku tak membayangkan akhir yang seperti ini. Perasaan bersalah yang ingin kutebus dengan menyambut Mas Anugro di depan pintu Graha gagal total. Payah. Kenapa sejak awal aku tidak menunggu di depan pintu utama? Dan malah menunggu di depan pintu yang tidak akan pernah dilewati. Sebisa mungkin aku tampak tenang di hadapan Irfan, walaupun hatiku penuh penyesalan.


Aku memutuskan untuk menelepon sekali lagi. Kali ini Mas Faruqi menjawab, ia berkata bahwa sedang berada di Gedung TC PENS. Aku senang dan langsung bergegas menuju ke sana. Secara bergantian, aku dan Irfan membawa hadiah yang akan kami berikan kepada Mas Faruqi dan Mas Anugro. Terutama jika aku bertemu dengan kakak kelas yang aku kenal, takut jika mereka beranggapan bahwa hadiah tersebut untuk mereka.


Saat tiba di depan gedung TC, aku tak melihat ada Mas Faruqi. Maka kutelepon sekali lagi menggunakan ponsel Irfan. Kutengok ke arah kiri di depan kelas TC-101, aku gembira melihat Mas Faruqi berdiri memegang ponsel. Kumatikan panggilan dan menuju ke arahnya. Kuberikan hadiah yang sudah aku siapkan. Mengambil beberapa foto dan berpamitan kepada Mas Faruqi.


Tujuan pertama aku datang adalah untuk bertemu dengan Mas Anugro. Kulanjutkan pencarianku ke lapangan merah. Di lapangan tersebut, lokasi di mana Himpunan Elektronika Industri menyambut para wisudawan dan wisudawati. Mungkin saja Mas Anugro berada di sana.


Aku dan Irfan berdiri di samping lapangan merah. Mataku terfokus ke arah panggung korlap di mana para mahasiswa berwarna merah berdiri di sana, berfoto bersama para wisudawan dan menggemparkan jargon kebanggaan. Aku belum melihat tanda-tanda adanya Mas Anugro. Pikiranku mengenai Mas Anugro yang sedang berbahagia dengan ormeknya kembali muncul. Kenapa aku tidak juga yakin bahwa dia sekarang sedang berfoto-foto dengan para aktivis jalanan tersebut? Akhirnya aku menyerah.


Aku mengajak Irfan untuk menunaikan salat di Musala Annahl. Salah satu tempat dengan peluang kecil akan menemukan Mas Anugro. Musala yang penuh sesak tersebut dipenuhi oleh orang-orang berpakaian rapi, para pemakai jas, kebaya dan baju wisuda. Tak satupun di antara mereka adalah orang yang ingin aku temui.


Sampai aku bertemu dengan para DPP UKKI yang sedang duduk di beranda musala. Mereka memberitahuku bahwa Mas Anugro tidak bisa menghadiri wisuda karena sedang mengikuti Diklat (pendidikan dan pelatihan) calon pegawai PLN di Pandaan. Badanku setengah lemas, setengah bahagia. Lemas karena pencarianku sia-sia dan bahagia karena Mas Anugro benar telah diterima kerja.


Hari itu aku masih menyimpan rasa bersalah. Kesalahan pertama kepada Mas Anugro pribadi, kesalahan kedua karena tidak tahu dia tidak akan menghadiri wisuda, kesalahan ketiga, keempat, kelima yang tak ingin aku tulis.


"Semoga sukses Mas!"

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Dua Ekor Burung Merpati

Alkisah, di sebuah hutan terdapat 2 ekor burung merpati yang bersahabat. Burung merpati putih dan burung merpati berwarna cokelat. Mereka berdua adalah sahabat sejati. Keduanya saling menolong dan membantu jika ada salah satu di antara mereka yang membutuhkan. Tidak hanya kepada sahabatnya, mereka terkenal baik hati kepada seluruh penghuni hutan. Baik merpati putih maupun merpati cokelat adalah burung yang ramah dan jujur. Hanya saja merpati putih yang lebih cerdas daripada merpati cokelat. Merpati putih suka mencari tahu tentang segala hal.  Merpati putih selalu bersama merpati cokelat kemana pun mereka pergi, mulai dari mencari makan, belajar dan mengunjungi teman yang lain. Penghuni hutan yang lain sudah mengetahui persahabatan di antara keduanya, bahkan sang raja hutan, yaitu singa yang memberikan istilah sahabat sejati kepada keduanya. Pada suatu hari yang cerah, saat merpati putih dan merpati cokelat terbang bersama, mereka melihat kerumunan binatang di bawah mereka.

Rahasia di Balik Nama 'Soi'

ii..So'i takok ii.. ii..So'i takok ii... ii..So'i takok ii.. (RE: ii..So'i tanya ii) Tulisan diatas adalah lagu yang sering dinyanyikan Gentong, saat bertanya tentang pelajaran kepadaku.   SOI. Nama yang terdiri dari 3 huruf ini menjadi saksi perjalanan hidupku. Setiap orang yang bertemu dan mengetahui nama populerku, yaitu soi, mereka bertanya, apa hubungannya Safrizal Ariyandi dengan Soi. Namun, nama Soi atau yang sekarang bisa menjadi Soimin, Somen, atau Sombe, memiliki perjalan panjang dalam penciptaan nama tersebut. Melalui artikel ini, aku akan mengungkapkan rahasia di balik nama yang melegenda tersebut.

Ekspresi Galau dalam Bahasa Jepang

suatu ketika, saya ngetweet di @bhsjepang, sekalian menambah ekspresi2 dalam bahasa jepang, lalu ada follower yang mention, "tema hari ini galau ya?" hehehe, jadi saya membuat rangkuman tweet saya yang dikira galau tersebut, 1. aishitemo ii desu ka | bolehkah aku mencintaimu? 2.  anata no egao ga daisuki desu yo | aku sangat suka senyumanmu lo 3. konban, boku no yume ni anata o aitai desu | malam ini, aku ingin bertemu dg mu di dalam mimpiku