Langsung ke konten utama

Cintaku Bersemi Sewaktu Flooring bag. 1 : Flooring Pertama


“Baiklah, apakah ada pertanyaan atau tanggapan?” ujar Riko, Penanggung Jawab Suksesi Himpunan tahun ini, namun kali ini dia bertindak sebagai seorang moderator. Perawakannya yang gagah dan duduknya yang tegak membuatnya terlihat cocok untuk memimpin jalannya flooring. Malam ini adalah flooring pertama kami sebagai Komisi Pemilihan Umum atau KPU. 

Tentu saja pengalaman pertama ini membuatku sedikit tegang. Flooring itu asyik koq, kalimat itu terus berputar di dalam kepalaku. Kalimat yang sering diucapkan oleh Mas Ar, kakak kelas dari himpunan yang senantiasa menemani kami dalam mengonsep draf petunjuk pelaksanaan suksesi himpunan. Ya mungkin saja akan mengasyikkan  sehingga aku dapat tertawa dengan riangnya, pikirku.


Kulihat ke depan, ke arah peserta flooring, penuh. Mungkin karena ini adalah flooring pertama jadi banyak yang menghadirinya. 4 angkatan mengikuti flooring. Dan tentu saja angkatanku sebagai yang termuda, jumlahnya lebih banyak daripada angkatan yang lain. Dari mereka ada yang terpaksa mengikutinya, tampak dari air muka yang masam. Aku sedikit tersenyum menatapnya. Namun ada yang antusias dengan flooring malam ini. Lembar salinan draf petunjuk pelaksanaan menjadikan mereka begitu sibuk untuk membacanya.

“Sekali lagi, apakah ada pertanyaan atau tanggapan?” Tanya Riko sekali lagi. Kali ini dengan suara yang lebih keras daripada sebelumnya, mencoba untuk menenangkan suasana flooring. Mungkin Riko sudah berpengalaman untuk menjadi seorang moderator. Dia tahu apa yang seharusnya dilakukan.

Aku melihat ke arah teman-teman KPU di samping kiriku. Secara berurutan, Tari, Rizki, Bimo, Sigit, Fandi, dan Budi. Yang paling kanan tentu saja Riko. Semuanya terlihat tegang, kecuali Sigit, koordinator kami. Dia tampak rileks dengan tatapan yang begitu tenang, dengan senyum yang kadang-kadang disunggingkan ke arah peserta flooring. Bimo, yang paling besar di antara kami, kelihatannya sangat ketakutan. Keringatnya tak henti mengalir sejak flooring dibuka. Keringatnya memenuhi dahi yang lebar dan tak jarang kulihat Bimo mengusapnya dengan punggung tangannya. Mereka semua duduk bersila, sedangkan aku tak terbiasa duduk seperti itu, aku lebih suka duduk di atas dua kakiku seperti gerakan duduk iftirosy pada saat sholat. Menatap mata mereka membuatku tenang, mereka adalah keluarga baruku.

“Ya silakan, Mbak,” Riko mempersilakan seorang kakak kelas yang mengacungkan tangan untuk bertanya. Mbak Kiki. Dia cantik dengan alisnya yang tebal dan bibir yang mungil.

Dengan suara yang tegas seperti biasa, Mbak Kiki berkata, “Adik semua di sini paham kenapa kalian yang jadi panitia suksesi? Maksudku kenapa angkatan kalian yang harus bertanggung jawab terhadap pemilihan ketua atau pemimpin yang bakal membawa himpunan ini ke depannya?”

Aku bingung dengan pertanyaan Mbak Kiki. Pertanyaan yang diajukan keluar dari topik yang dibahas. “Maaf, Mbak. Agenda flooring kali ini membahas draf panitia PPU atau Panitia Pemilihan Umum, pada subbab definisi,” Riko langsung memberikan penjelasan tentang pembahasan kali ini, “subbab ketentuan dan hak.” Pengucapan dan susunan katanya diatur sedemikian rupa sehingga sangat jelas untuk dimengerti. “Jadi mungkin juga untuk semuanya, silakan bertanya apa yang ada di dalam draf yang ada.”

Mbak Kiki tampak mengernyitkan dahi dan melemparkan senyuman sarkasme. “Hla iya Dek, ini pembahasannya mengenai panitia suksesi kan? Mbak tanya alasan kalian menjadi panitia itu apa?” Aku mulai paham alur pertanyaan Mbak Kiki. “Makanya sebelum melebar ke definisi, ketentuan dan hak, kalian kan harus tahu dulu tujuan kalian jadi panitia itu apa?” Aku menoleh ke arah Riko.

“Oh iya Mbak, silakan bagi temen-temen KPU untuk menjawab,” ujar Riko.

Aku mengacungkan tangan. Kudengar Riko mempersilakan, lalu aku menjawab, “Saya  Aisyah, KPU. Kami menjadi panitia suksesi karena kami baru saja masuk, Mbak. Sehingga masih netral dan belum terkontaminasi dengan pikiran-pikiran tertentu.” Kudengar kata-kata yang keluar dari mulutku terlalu puitis, atau aneh? Seharusnya aku tidak mengeluarkan bakat berpuisi di sini.

“Apakah ada feedback?”

“Ya,” sepertinya Mbak Kiki belum puas dengan jawaban yang aku berikan. “Okelah kalian adalah angkatan termuda. Netral. Belum terkontaminasi. Tapi kan kalian belum mengenal sepenuhnya himpunan.” Mbak Kiki tidak sepenuhnya benar. Kami dituntut untuk lebih mengenal himpunan saat menjadi KPU dan mengonsep draf suksesi ini.

“Saya Aisyah, KPU. Saya izin untuk komunikasi dua arah, Pak Moderator. Diizinkan?”

Kulihat Riko menggunakan tangannya sebagai isyarat untuk memperbolehkan dua arah, tanpa moderasi.

“Begini, Mbak. Kami sebagai KPU dituntut untuk mengenal himpunan sepenuhnya, lebih awal. Kami sebagai KPU sudah melakukan banyak sharing ke Mas dan Mbak bagaimana himpunan itu.”

“Sebagai KPU?” ucap Mbak Kiki. “Panitiamu cuma KPU aja ta Dek?” Sepertinya aku salah bicara. “Lalu panitiamu yang lain gimana? PPU mu? Panwaslu? Gak harus mengenal himpunan lebih jauh?”

Aku terdiam sebentar. “Oh iya Mbak, kami dari KPU sebagai fasilitator. Kami sedikit banyak akan memberikan informasi yang kami dapat kepada panitia kami,” lanjutku.

“Akan? Jadi belum?”

Aku mengangguk.

“Kapan?” tanya Mbak Kiki sekali lagi.

“Saya ijin berbicara.” Kulihat Sigit mengacungkan tangan. Setelah Riko mengizinkan, Sigit berbicara, “iya, Mbak. Setelah draf PPU malam ini di-sah-kan. Besok kami akan mengadakan kumpul komunal PPU untuk melakukan briefing dan pencerdasan draf, sekaligus memberikan hasil sharing dengan Mas dan Mbak.”

Enak aja di-sah-kan hari ini, kudengar suara-suara lirih. Aku tidak paham maksudnya.

“Oke, aku pengin tahu alasan yang lain.”

Flooring terpotong oleh suara ketukan pintu. Tampak dari luar, Mas Anugro dan pria berbadan tinggi, bermuka bersih dengan senyumnya yang sedikit manis meminta izin untuk mengikuti flooring. “Saya Anugro dan teman saya, “ Mas Anugro tidak menyebutkan nama temannya. “ minta izin untuk mengikuti forum.” Mataku tak bisa lepas dari pria yang datang bersama Mas Anugro. Sampai dia duduk pun aku masih penasaran namanya. Aku tidak pernah menjumpai kakak kelasku itu, iya kalau dia kakak kelas. Aku berharap nanti dia akan mengajukan pertanyaan.

Dan sampai flooring berakhir pun pria itu tidak bertanya sama sekali, menanggapi pun tidak. Flooring kali ini bisa dibilang gagal, karena kami belum bisa menelurkan satu draf pun. Terpaksa kami harus mengubah jadwal yang sebelumnya telah kami rancang. 

Setelah semua peserta flooring meninggalkan ruangan, termasuk pria yang belum kuketahui namanya tersebut, Mas Ar meminta kami untuk berkumpul, melakukan evaluasi flooring pertama. Tinggal kami bersembilan, Mas Ar, Riko, Sam (koor PPU) dan 5 KPU serta aku. Bimo yang sejak awal terlihat gugup tidak dapat mengikuti flooring sampai akhir.

“Langsung saja, ya? Assalammualaikum warrahmatullahi wabarakatuh.  Sebelum evaluasi ini kita mulai ada baiknya kita berdoa terlebih dahulu. Berdoa mulai,” Mas Ar yang memimpin evaluasi. Setelah doa seadanya, pikiranku kembali terfokus kepada pria pemilik mata yang indah tersebut.

Siapa sebenarnya pria itu? Apakah kakak kelas angkatan Mas Anugro? Kalau iya, berarti dia sekarang sudah tingkat akhir. Jelas saja aku tidak pernah menjumpainya. Tapi kalau tingkat akhir kenapa aku tak pernah menjumpai di dalam laboratorium TA? Apakah dia alumni? Keren sekali flooring seperti tadi dihadiri alumni. Setelah ini aku harus mencari tahu.

“Syah!” bentak Tari sambil menyenggol pundakku dengan pundaknya. “Kamu melamun?” tanyanya lirih.

Ehh. Kurasakan pipiku merona karena malu. “Tidak, tidak. Aku tak melamun.”

“Kamu belum menulis satu poin pun dari evaluasi ini, Dek.” Kulihat buku catatanku kosong. “Kurang enak badan?” Aku menggeleng ke arah Mas Ar. “Maafin ya kalo memang sering kayak gini buat ke depannya. Beruntung ini masih jam set.12 malam, hehe. Siap siap aja pulang jam 3 pagi.” Kulihat Mas Ar tertawa. Aku kembali mempertanyakan hakikat asyiknya flooring dalam hati.

Kali ini aku harus fokus mengikuti evaluasi. Rasa penasaranku ke pria misterius itu harus segera kuhapuskan. Dan ketika Riko, Sigit dan Rizki secara bergantian menyebutkan poin-poin kekurangan flooring malam ini, aku teringat besok pagi pukul setengah tujuh aku ada mentoring lanjutan dengan Mbak Dila. Astaga, aku lupa. Aku takut bangun kesiangan, walaupun aku tahu akan dibangunkan oleh Umi. Astaghfirullah. Aku lupa, tadi aku berjanji pada Umi akan pulang sebelum pukul 10. Dan sampai sekarang pun aku belum sampai di rumah.

Mungkin Mas Ar melihat gelagatku yang kebingungan. “Kamu kenapa lagi Dek?” Ku ambil HP dari saku rokku. Terang saja dari tadi tidak ada panggilan masuk, HPku mati. Umi pasti sangat mengkhawatirkanku. “Kamu ndak apa-apa Dek?”

“Maaf Mas, ndak apa-apa. Silakan dilanjutkan.”

“Okelah kalo beg beg begitu. Kalau misalkan ada keperluan, izin aja Dek.” 

“Iya Mas.”

Forum dilanjutkan tanpa perhatian dari aku.

Tiba-tiba seseorang mengetuk pintu. Kutoleh ke depan ruang kelas. Abi! Aku menepok jidat. Lalu Aku menunduk.

Kulihat Mas Ar dan Riko akan berdiri, ingin keluar ruangan. Aku melompat terlebih dahulu untuk menemui Abi, aku tak ingin rahasia yang selama ini kututupi akan terbuka malam ini. Kuberi isyarat kepada dua orang yang paling bertanggung jawab terhadap keberlangsungan suksesi itu untuk tidak keluar.

“Kamu! Udah jam berapa ini koq masih ada di kampus?” kutarik tangan Abi untuk menjauh dari kelas. “Abi sama Umi khawatir sama kamu, Kak, udah malem belum pulang. Masih belum selesai ta?”

Aku menjelaskan panjang lebar kepada Abi. Aku tahu Abi pasti akan mengerti dengan penjelasanku. Satu-satunya alasan kenapa aku mau menjadi KPU karena aku ingin membuktikan kepada Abi dan Umi bahwa aku sudah besar, sudah bisa menjaga diri, walaupun aku bukan seperti wanita yang lain, walaupun aku adalah seorang akhwat. Dan kini alasan kenapa aku harus bertahan bertambah satu. Aku ingin tahu nama pria yang tadi datang terlambat. Aku harus segera tahu, entah mengapa aku harus tahu dan apa yang akan aku lakukan jika aku sudah tahu.

“Baiklah, Kakak boleh ngelanjutin kegiatan ini. Tapi mulai besok jam 10 sudah harus sampai di rumah. Janji?”

“Janji!” Aku tersenyum dan memeluk Abi.

Abi mengajakku untuk pulang dan menyuruhku untuk menaruh motor di pos satpam. Biar besok aku berangkat bareng Abi.

Aku berpamitan kepada Mas Ar dan teman-teman yang lain. Meminta maaf karena harus pulang terlebih dahulu, masalah besok dan seterusnya aku harus pulang pukul 10, biar nanti saja aku beri tahu mereka.

Ketika berjalan bersama Abi ke arah parkiran, ada satpam yang sedang berkeliling menyapa Abi. “Pak Hanif,” sapa Pak Satpam. Aku memasuki area parkir dan Abi menuju mobil yang diparkir di sisi pos satpam. Kucoba menyalakan HP, kutunggu sebentar sambil menyiapkan motor, dan nada dering HPku berbunyi. Kulihat ada sebuah pesan masuk.

“Bismillah. Jangan lupa besok pagi kita melingkar cinta lagi :) Jam set.7 di Musala D4 yaa, love you :*” SMS dari Mbak Dila. Aku lagi-lagi lupa. Buru-buru kupacu motor keluar parkiran menuju mobil Abi. Aku harus menjelaskan bahwa besok ada mentoring lanjutan.

Setelah kuberitahu Abi bahwa besok pagi pukul 06.30 aku harus sudah berada di kampus, beliau tetap akan mengantarku. Aku berterima kasih kepadanya.

Kuparkir motorku di pos satpam, masuk ke mobil dan menuju ke rumah.

Malam ini aku mendapat pengalaman pertama flooring yang katanya mengasyikkan. Juga menaruh rasa penasaran kepada seorang pria, yang semoga besok aku sudah lupa, walaupun dalam hati yang terdalam aku ingin mengetahui nama kerennya. Melayang ke langit setelah mendengarnya berbicara. Entah mengapa bakat puisiku kembali dan tak sabar untuk berjumpa esok hari.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Dua Ekor Burung Merpati

Alkisah, di sebuah hutan terdapat 2 ekor burung merpati yang bersahabat. Burung merpati putih dan burung merpati berwarna cokelat. Mereka berdua adalah sahabat sejati. Keduanya saling menolong dan membantu jika ada salah satu di antara mereka yang membutuhkan. Tidak hanya kepada sahabatnya, mereka terkenal baik hati kepada seluruh penghuni hutan. Baik merpati putih maupun merpati cokelat adalah burung yang ramah dan jujur. Hanya saja merpati putih yang lebih cerdas daripada merpati cokelat. Merpati putih suka mencari tahu tentang segala hal.  Merpati putih selalu bersama merpati cokelat kemana pun mereka pergi, mulai dari mencari makan, belajar dan mengunjungi teman yang lain. Penghuni hutan yang lain sudah mengetahui persahabatan di antara keduanya, bahkan sang raja hutan, yaitu singa yang memberikan istilah sahabat sejati kepada keduanya. Pada suatu hari yang cerah, saat merpati putih dan merpati cokelat terbang bersama, mereka melihat kerumunan binatang di bawah mereka.

Rahasia di Balik Nama 'Soi'

ii..So'i takok ii.. ii..So'i takok ii... ii..So'i takok ii.. (RE: ii..So'i tanya ii) Tulisan diatas adalah lagu yang sering dinyanyikan Gentong, saat bertanya tentang pelajaran kepadaku.   SOI. Nama yang terdiri dari 3 huruf ini menjadi saksi perjalanan hidupku. Setiap orang yang bertemu dan mengetahui nama populerku, yaitu soi, mereka bertanya, apa hubungannya Safrizal Ariyandi dengan Soi. Namun, nama Soi atau yang sekarang bisa menjadi Soimin, Somen, atau Sombe, memiliki perjalan panjang dalam penciptaan nama tersebut. Melalui artikel ini, aku akan mengungkapkan rahasia di balik nama yang melegenda tersebut.

Ekspresi Galau dalam Bahasa Jepang

suatu ketika, saya ngetweet di @bhsjepang, sekalian menambah ekspresi2 dalam bahasa jepang, lalu ada follower yang mention, "tema hari ini galau ya?" hehehe, jadi saya membuat rangkuman tweet saya yang dikira galau tersebut, 1. aishitemo ii desu ka | bolehkah aku mencintaimu? 2.  anata no egao ga daisuki desu yo | aku sangat suka senyumanmu lo 3. konban, boku no yume ni anata o aitai desu | malam ini, aku ingin bertemu dg mu di dalam mimpiku