Ponokawan Somen bukan main senangnya, hari ini ia
dapat berfoto dengan Dewi Kencana Asri, wanita yang dulu sangat dicintai. Ia
tak dapat berhenti tersenyum ketika mengingat momen membahagiakan tadi,
apalagi ketika melihat pipi merah Sang Dewi.
Junet beranjak dari kursi yang ada di depan rumah di
Negeri Legi. Sambil menyelam minum air, Junet meraih jaket, helm dan kunci
motor miliknya dan menyiapkan sebuah kotak berbungkus kertas kado. Ia berencana
mendatangi rumah Somen untuk merayakan wisuda salah satu sahabatnya tersebut.
Bagaimana Somen menceritakan itu kepada teman-temannya
menandakan bahwa kali ini ia merasa sangat bahagia. Harapan mengenai kehadiran
Junet dan ponokawan yang lain hilang seketika. Apalagi harapan bahwa salah satu
partner Somen, Ais yang datang memberikan kejutan hanya angan kosong. Telah
lama dilupakan setelah melihat wajah manis Dewi Kencana Asri.
Setelah beberapa engkol, motor itu menyala. Junet naik
dan melaju ke arah barat di mana Negeri Madayu berada. Tentu saja ini adalah
wujud permohonan maaf Junet karena tak bisa hadir di acara wisuda Somen
beberapa hari yang lalu. Junet memegang lekat-lekat hadiah yang sudah ia
siapkan di motor berwarna merah itu.
Walaupun sebelumnya Somen berencana untuk pulang cepat,
namun akhirnya ia memutuskan untuk menunda beberapa jam lagi. Ia memutari
kampus, seakan mencari seseorang, padahal ia berharap akan dicari orang yang
spesial. Dan dalam keinginan yang tak banyak itu, kali ini ia berharap mendapatkan
kejutan dari partnernya, yang dijumpainya beberapa kali. Somen hanya berusaha
untuk tidak menyapanya dan berjalan menghindari Ais. Meskipun hatinya
menginginkan hal sebaliknya.
Sial bagi Junet karena kini ia harus pergi sendiri. Takmir
dan Rosed dengan kesibukan mereka tidak dapat menemani ponokawan bertubuh besar
itu. Tentu saja tak masalah karena ketika ia wisuda Diploma 1 dulu, Somen
sendirian yang datang.
Somen menyalami teman-teman, adik-adik kelas, kakak-kakak
kelas yang mengucapkan selamat kepadanya. Tak lupa mengucapkan terima kasih. Ada
kesan biasa dan tak biasa hari ini, wisuda kali ini. Biasa karena tidak ada
yang spesial selain Dewi Kencana Asri. Tak biasa karena ada yang spesial yaitu
Dewi Kencana Asri. Somen memfokuskan keduanya untuk Dewi Kencana Asri, walaupun
barangkali ia tahu bahwa wisuda Diploma 3 ini tidak spesial seperti yang ia
harapkan. Apalagi 1,5 tahun lagi ia akan merasakan hal yang sama.
Junet mengingat-ingat bagaimana senang dan tidak senang
momen wisuda dulu. Tentang anggapan bahwa wisuda adalah momen yang
membahagiakan, kenyataannya tidak sama sekali. Biasa. Mungkin karena waktu
perjuangan kuliah di Institut Teknologi Pewayangan tak selama mahasiswa Strata 1
yaitu 4 tahun. Somen yang waktu itu hadir dan berdua memakan es dawet di jalan
bundar di depan kampusnya.
Sore ketika ia puas menjadi tokoh utama, Somen berjalan
menuju motor hitam yang slalu menemani perjalanan. Ia ingin pulang dan segera
melihat hadiah yang telah ia dapat tadi, dari orang-orang yang hanya
melakukannya demi formalitas, pikir Somen liar. Ia berlalu meninggalkan kampus ke
arah Negeri Madayu di mana ia tinggal. Hal yang ia nanti-nantikan sejak lama
kini telah berlalu.
Apa yang akan Somen katakan kepada Junet ketika Junet
mendatangi rumah Somen menjadi salah satu hal yang akan menentukan kisah
persahabatan mereka.
Somen memasuki rumahnya dan membuka hadiah-hadiah yang
tampak warna-warni, dengan dominasi warna cokelat. Ia membuka hadiah pertama. Bunga
mawar. Formalitas, seperti biasa. Ia membuka hadiah kedua. Buku. Sudah dapat diduga
bahwa isinya mengenai pernikahan dan masa depan. Ia membuka hadiah ketiga.
Tabungan bertuliskan Tabungan Nikah. Apresiasi tertinggi diberikan kepada
hadiah terakhir yang dapatkan itu.
Junet tiba di depan rumah Somen. Memarkir motor dan
berjalan mendekati pintu. Ia takut apapun yang akan dikatakan oleh Somen.
Tidak ada yang seperti Somen harapkan. Terutama dari Ais.
Dengan berusaha menampik rasa kecewa, hari itu telah berakhir.
Junet mengetuk pintu. Menunggu.
Somen melihat sahabatnya itu berdiri di depan rumahnya.
“Maaf,” ujar Junet sekenanya.
“Sudah seminggu yang lalu aku wisuda, aku masih menunggu
apa yang akan dia berikan padaku.” Cerita Somen kepada Junet. Mereka berdua
tertawa ketika bercerita tentang wisuda yang telah berlalu itu.
Komentar
Posting Komentar