Langsung ke konten utama

Gerakan Nasional Menutup Akun Facebook

"Kau tahu? Aku memikirkan sebuah ide," ucap Gurih kepada Mantap.
Mantap masih sibuk dengan kegiatannya, menggulir layar ponsel pintarnya. Tak acuh. Seakan ia tak kaget ketika teman sejawatnya itu mengatakan sesuatu tentang "ide-idenya".

"Aku ingin membuat Gerakan Nasional Menutup Akun Facebook," lanjut Gurih dengan mimik muka serius.

Hening beberapa detik. Gurih menunggu komentar sahabatnya itu. Penuh harap. "Kau tolol." Dua kata yang keluar dari mulut Mantap seperti sudah sangat biasa ia katakan kepada Gurih. "Seperti biasa, kau tolol," ulangnya.

Gurih tak kesal dengan kata-kata yang terlontar dari mulut Mantap barusan. Karena benar, ia sering mendengar kata-kata macam itu dari mulut pria yang masih sibuk dengan ponsel pintarnya.

Warung kopi itu tetap ramai ketika Gurih mengatakan, "Kau tak paham maksudku. Iya. Kan?" Perkataan Gurih itu seperti menghakimi Mantap karena terlalu fokus kepada ponsel pintarnya. Seakan-akan ia tak mendengarkan ide apa yang disampaikan oleh Gurih sebelumnya.

"Sialan! Aku paham," bentak Mantap, meski suaranya tak terlalu keras. Ia kini menatap muka Gurih. Lalu melihat ke sekeliling. Ke seisi warung kopi. "Sial, sudah sangat ramai di sini," gumamnya. Gurih mendengarkan kalimat itu, ia ingin mengatakan bahwa warung kopi sudah ramai sejak tadi, Mantaplah yang terlalu abai dengan sekitar. Setelah dipikir-pikir ia tak jadi mengatakannya, takut menyakiti hati Mantap.

"Kau tak bisa membuat orang-orang menutup akun Facebook mereka meskipun kau adalah Presiden atau Ulama atau semacamnya." Mantap berhenti berkomentar. Ia meletakkan ponsel pintarnya di atas meja dan beralih ke gelas kopi yang isinya tinggal setengah. Ia melirik ke arah gelas di depan Gurih, yang berisi susu cokelat. Setelah minum sedikit, Mantap melanjutkan argumennya. "Orang-orang telah menjadikan Facebook sebagai kebutuhan dasarnya. Facebook seakan menjadi bagian dari orang-orang modern. Meski. Ya, kau tahu lah. Mereka juga berubah menjadi orang munafik."

Gurih menghargai setiap kata yang dikeluarkan Mantap. Terutama bagian terakhir kalimatnya, tentang kemunafikan, Gurih setuju. Ia mengangguk perlahan.

"Bukan hanya kemunafikan. Orang-orang seakan mencari semacam ketenaran dari Facebook. Mereka merasa bahagia setelah membagikan omong-kosong dan argumen-argumen omdo mereka. Padahal aku yakin. Sialan. Keparat. Mereka hanya mendambakan seseorang menekan tombol Like di status mereka dan jika beruntung membagikan status itu."
Gurih juga menyetujui lanjutan argumen Mantap. Gurih yakin jika Mantap sebenarnya setuju dengan idenya. "Iya. Kau benar. Benar sekali." Gurih semakin fokus ke muka Mantap yang dengan sengaja tiba-tiba mengalihkan pandangannya kembali ke ponsel pintarnya. "Bukankah itu alasan mengapa sesegera mungkin orang-orang harus menutup akun Facebook mereka? Aku kasihan dengan diriku sendiri."
Gurih menyesal karena mengatakan kalimat terakhir, yang dirasa tak ada relevansinya. Saat hendak memberikan revisi, Mantap langsung berkata, "Kau harus mengasihani dirimu sendiri karena slalu memesan susu cokelat di warung kopi idealis ini."
Warung kopi idealis adalah istilah yang dibuat Mantap karena warung kopi ini menerapkan beberapa peraturan, yang bagi Mantap adalah peraturan hebat. Salah satunya adalah membuat ruangan khusus perokok. Dan pengunjung warkop dilarang merokok selain di ruangan tersebut. Sederhana tapi luar biasa, sebut Mantap suatu ketika. Para perokok tak sepatutnya merokok dimana pun mereka suka, bahkan di warung kopi. Kalau ingin bunuh diri, jangan ajak-ajak orang sekitar, bajingan, pikir Mantap. Dan sebab itulah istilah 'warung kopi idealis' tercipta dan Mantap dan Gurih sering menghabiskan waktu ke sini. Mantap dengan kopinya. Gurih dengan susu cokelatnya.
"Kita ini kan makhluk sosial. Bukan makhluk media sosial. Tak sepatutnya kita menghabiskan banyak waktu di Facebook. Menulis dan membaca status, komentar. Ya menurutku itu adalah pekerjaan yang membuang-buang waktu," jelas Gurih dengan keinginan untuk menambahkan kata 'maaf' di akhir kalimatnya. Seolah ia tak patut membuat penilaian terhadap orang-orang.
Mantap yang tadi sempat merasa geli dan hendak tertawa ketika Gurih menggunakan istilah 'makhluk media sosial' itu melanjutkan komentar, "Kau kira apa yang bisa dilakukan oleh orang-orang modern kalau tidak ada Facebook? Tidak ada. Waktu luang dan melakukan hal yang sia-sia adalah impian setiap orang modern. Orang-orang menginginkan efisiensi kerja, kecepatan, ketepatan, dan tetek bengek lainnya supaya mereka memiliki lebih banyak waktu untuk bersantai."
Gurih memperhatikan Mantap seperti seorang mahasiswa yang mengikuti kuliah paling penting sejagat raya.

"Sialan," Mantap menggeleng. "Kau benar-benar tak bisa membuat orang-orang menutup akun Facebook mereka. Terlalu banyak kenangan di Facebook. Terlalu banyak uang yang dikeluarkan untuk mempertahankan akun Facebook selama bertahun-tahun. Facebook seakan menjadi sebuah aset. Yang menguntungkan. Dan, keparat kau Mark!"

"Kita harus mulai hidup tanpa Facebook. Aku pernah. Aku pernah mencoba beberapa kali menutup akun Facebook. Tak membuka Facebook selama beberapa hari. Dan aku bahagia. Aku sudah membuktikannya," ujar Gurih dengan bangga. Lalu perasaan menyesal kembali merasuki hatinya. Ia tak pantas merasa hebat sendiri.

"Tapi bagaimana pun juga, aku mendukung idemu, ... " Mantap menatap Gurih yang air mukanya berubah menjadi sangat bersemangat, "Tapi ingat. Jangan kecewa bila tak ada orang selain aku yang peduli dengan ide bodohmu itu!"

Gurih mengangguk dengan senang. Lalu tiba-tiba ia menunduk menatap gelas susu cokelatnya. Merenung. "Entah, mungkin aku akan berdosa karena membuat pertemanan versi Facebook terputus. Sehingga kita tak bisa menghubungi teman-teman kita lagi. Tapi sungguh, kita ini makhluk sosial. Bila ingin menyambung silaturahmi, kita harus datang secara fisik menemui teman-teman kita!"
"Dan kau harus merasa bersalah, karena meski Facebook menawarkan kepalsuan, Facebook menjadi tempat luar biasa untuk menggalang dana sosial. Ingat. Masih banyak kebaikan yang bisa dilakukan dengan Facebook." Mantap menghabiskan minuman itu hingga tak ada lagi yg bisa diminum. Kini gelasnya tinggal berisi ampas kopi. Melihat itu, Gurih seakan terinspirasi untuk ikut menghabiskan susu cokelatnya. "Tapi Facebook kini sudah mengandung banyak hal negatif. Aku bahkan tak bisa menjamin, apakah akun Facebook itu dimiliki oleh seorang manusia atau seekor anjing. Hahaha." Gurih ikut tertawa walaupun tak sekeras tawa Mantap.

Mereka berdua melanjutkan diskusi tentang Gerakan Nasional Menutup Akun Facebook itu, tentang bagaimana mempromosikannya, tentang bagaimana cara menggalang masa, dan dana dan sebagainya di warung kopi idealis hingga larut malam. Saking sibuknya, mereka tak juga menyadari jika ada seseorang yang menguping pembicaraan mereka sejak tadi. Dia adalah Mark Zukerberg!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Dua Ekor Burung Merpati

Alkisah, di sebuah hutan terdapat 2 ekor burung merpati yang bersahabat. Burung merpati putih dan burung merpati berwarna cokelat. Mereka berdua adalah sahabat sejati. Keduanya saling menolong dan membantu jika ada salah satu di antara mereka yang membutuhkan. Tidak hanya kepada sahabatnya, mereka terkenal baik hati kepada seluruh penghuni hutan. Baik merpati putih maupun merpati cokelat adalah burung yang ramah dan jujur. Hanya saja merpati putih yang lebih cerdas daripada merpati cokelat. Merpati putih suka mencari tahu tentang segala hal.  Merpati putih selalu bersama merpati cokelat kemana pun mereka pergi, mulai dari mencari makan, belajar dan mengunjungi teman yang lain. Penghuni hutan yang lain sudah mengetahui persahabatan di antara keduanya, bahkan sang raja hutan, yaitu singa yang memberikan istilah sahabat sejati kepada keduanya. Pada suatu hari yang cerah, saat merpati putih dan merpati cokelat terbang bersama, mereka melihat kerumunan binatang di bawah mereka.

Rahasia di Balik Nama 'Soi'

ii..So'i takok ii.. ii..So'i takok ii... ii..So'i takok ii.. (RE: ii..So'i tanya ii) Tulisan diatas adalah lagu yang sering dinyanyikan Gentong, saat bertanya tentang pelajaran kepadaku.   SOI. Nama yang terdiri dari 3 huruf ini menjadi saksi perjalanan hidupku. Setiap orang yang bertemu dan mengetahui nama populerku, yaitu soi, mereka bertanya, apa hubungannya Safrizal Ariyandi dengan Soi. Namun, nama Soi atau yang sekarang bisa menjadi Soimin, Somen, atau Sombe, memiliki perjalan panjang dalam penciptaan nama tersebut. Melalui artikel ini, aku akan mengungkapkan rahasia di balik nama yang melegenda tersebut.

Ekspresi Galau dalam Bahasa Jepang

suatu ketika, saya ngetweet di @bhsjepang, sekalian menambah ekspresi2 dalam bahasa jepang, lalu ada follower yang mention, "tema hari ini galau ya?" hehehe, jadi saya membuat rangkuman tweet saya yang dikira galau tersebut, 1. aishitemo ii desu ka | bolehkah aku mencintaimu? 2.  anata no egao ga daisuki desu yo | aku sangat suka senyumanmu lo 3. konban, boku no yume ni anata o aitai desu | malam ini, aku ingin bertemu dg mu di dalam mimpiku