Langsung ke konten utama

Seorang Pria yang Memutuskan untuk Bermetamorfosis

Dryad –peri pohon-- suku Papilione, para Papilionis duduk melingkari Fura Tre, pohon pinus keramat di dalam hutan Skogur, di Negara Islandia. Mereka mengikuti ritual malam ini dengan khidmat, terutama Torir. Peri bertubuh pria itu telah mengambil keputusan terpenting dalam hidupnya. Sekumpulan Eldur –api roh— tiba-tiba menyala di sekeliling para Papilionis, ketika seorang tetua mengumumkan, “Malam ini, salah satu anak kita akan melakukan myndbreyting. Ia memutuskan untuk menjadi dewasa. Semoga para roh mengawalnya.” Para Papilionis mengeluarkan kata-kata semacam Amiin untuk membalas doa tersebut. Ketika suara-suara lirih itu menghilang, tetua melanjutkan, “Torir putra Haukr, majulah. Ambillah sehelai daun dari Fura Tre.”

Setelah titah itu keluar, dengan perasaan antara bangga dan gundah Torir melangkah ke depan. Ia harus mengambil sehelai daun berbentuk jarum yang gugur dari Fura Tre. Pengambilan daun menjadi sebuah simbolis dan awal proses myndbreyting –seperti metamorfosis--, yaitu proses perubahan bentuk Papilionis menjadi sesosok makhluk menyerupai manusia. Seorang Papilionis yang telah memutuskan untuk melakukan myndbreyting telah dianggap dewasa dan mampu memilih jalan hidupnya sendiri, apakah akan tetap berada di hutan atau keluar untuk menjalani kehidupan baru bersama manusia.


Torir mengambil daun itu dan menggenggamnya. Lalu ia kembali bergabung dengan Para Papilionis yang lain, duduk di dekat kelima sahabatnya, Hinrik, Adalstienn, Dalla, Fridmar, dan Lara. “Kami akan merindukanmu,” ujar Adalstienn dengan menepuk-nepuk pundak Torir.

“Aku juga akan merindukan kalian, Kawan. Secepatnya, ambillah kesempatan untuk myndbreyting, supaya kita bersama-sama dapat melihat dunia ini. Dunia yang lebih luas.” balas Torir.

“Sepertinya efek kedewasaan itu mulai menjangkitmu!” ejek Dalla dengan senyumnya yang manis namun penuh sarkasme. “Kutahu, Torir. Kau hendak melupakan Arnleif putri Larus.”

“Ah sudahlah. Aku memang berniat melupakannya. Tapi aku serius tentang dunia itu.” Torir membalas ejekan Dalla dengan sebuah erangan. Torir tahu bahwa dia memang benar-benar ingin menghilangkan pikiran-pikiran tentang Arnleif, peri wanita yang pernah didekatinya. Dia melihat ke arah peri wanita itu, yang duduk dengan kepala menunduk di samping Ayah Perinya, Larus. Torir masih menyimpan perasaan yang sama seperti awal kali melihat peri wanita itu.

Keputusan Torir untuk melakukan myndbreyting datang tiba-tiba. Gagasan itu muncul di suatu pagi ketika ia melihat peri pohon yang telah melalukan myndbreyting, yang memutuskan untuk keluar hutan itu kembali ke dalam hutan. Peri yang telah berubah masih dapat dikenali oleh peri yang lain, terdapat semacam mekanisme di belakang punggung para Papilionis, bekas sayap-sayap mereka yang terpotong. “Pergi dan hidup di luar hutan pasti dapat membuatku melupakan Arnleif. Ya, tentu saja!”

Torir belum benar-benar memahami bagaimana caranya menjadi dewasa. Sekuat apapun ia berusaha, ia tidak bisa menghilangkan sifat kekanak-kanakan pada dirinya. Apalagi saat berkumpul dengan para sahabatnya. Namun, ia tahu bahwa mengalami myndbreyting akan membawanya ke dalam kedewasaan, begitulah yang sering ia dengar dari para Papilionis dewasa. “Aku ingin membuktikan kepadamu, Arnleif, bahwa aku akan berubah. Menjadi lebih dewasa, seperti janjiku padamu.”

Janji itu disampaikan Torir ketika perjumpaan terakhirnya dengan Arnleif, itulah yang mereka sepakati. Beberapa Minggu yang lalu, di tepi Danau Vatnio, di dalam hutan Skogur, mereka berdua bertemu. Torir ingin menyudahi segala macam kegundahan hatinya. Ia ingin segera mengetahui bagaimana perasaan Arnleif yang sebenarnya. Dan yang terpenting adalah mengungkapkan apa yang ia rasakan ketika berada di dekat peri wanita yang manis itu.

Malam itu bulan menyinari hutan Skogur dengan penuh keindahan, cahaya bulan menerobos pepohonan pinus, melewati daun-daun dan memantul di atas danau. Sangat romantis. Torir menatap mata indah Arnleif, menahan perasaan yang meledak-ledak dari dalam dadanya. Ia berharap tidak kehilangan kata-kata di saat terakhir ini. “Kau tau, Arnleif. Oh maksudku, kau ingat, Arnleif?”

“Ingat apa?”

“Kita kenal udah berapa lama?”

Sepertinya memang kedua peri ini sedang mengalami komplikasi perasaan sehingga mereka tidak dapat berbicara dengan benar. Keduanya memahami apa yang akan terjadi setelah ini, di mana mereka tidak akan saling berkomunikasi untuk waktu yang lama. Mereka sudah terlalu sering berinteraksi, padahal tidak sepatutnya mereka melakukan itu sebelum mereka mengalami myndbreyting.

“Kukira hampir dua tahun, ku ingat pertama kali melihatmu di acara Jamuan Semi waktu aku selesai menyelesaikan Menntun.” Akhirnya Arnleif menjawab. Ia ingat acara Jamuan Semi untuk menyambut musim semi di awal tahun yang bertepatan dengan akhir Menntun atau tahun pendidikan dasar para Papilionis.

“2 tahun ya? Ya, tentu. Tentu saja. Dan selama itu pula kita begitu dekat.” Torir mengingat-ingat semua kejadian yang dilakukan bersama Arnleif.

2 tahun yang lalu, saat perayaan Jamuan Semi. Para Papilionis keluar dari rumah-rumah pohon mereka menuju ke tengah hutan, di tempat Fura Tre berada. Mereka akan membawa buah-buahan yang tumbuh di musim semi, yang mereka ambil di sekitar hutan Skogur yang penuh dengan pohon pinus. Selama malam yang tidak lama itu, mereka akan menari-nari, tertawa, bersenang-senang menyambut datangnya musim semi.

Di tengah riuh kebahagiaan Para Papilionis, mata Torir menangkap sepasang mata yang tak pernah ia lihat. Mata indah berwarna hijau yang sangat menarik perhatian, milik seorang peri wanita. Torir belum pernah melihat peri tersebut. Malam itu ia berjanji pada dirinya sendiri untuk segera mengetahui nama peri yang membuat hatinya berdebar itu.

Karena terlalu lama menatap peri itu, akhirnya kedua mata mereka saling memandang. Tak terasa sebuah senyuman termanis Torir layangkan kepadanya. Peri wanita itu membalas senyuman Torir yang tak kalah manis. Dada Torir berdetak semakin kencang. Malam itu ia mendapatkan sebuah perasaan yang tak pernah ia miliki selama hampir 21 tahun.

21 tahun ia habiskan untuk mengikuti Menntun, bermain bersama kelima sahabatnya, dan tinggal bersama kedua orang tua perinya. Di dalam suku Papilione, orang tua tidak melahirkan anak-anak mereka. Namun sepasang peri yang memutuskan untuk menikah dapat mengusahakan lahirnya seorang anak peri dari mekarnya kelopak bunga Solblomaolia tiap 2 tahun sekali. Setiap kali satu bunga itu mekar akan lahir 7 anak peri, itulah awal mula persahabatan Torir, Hinrik, Adalstienn, Dalla, Fridmar, Lara dan satu anak peri yang tak pernah dikenal, yang katanya anak peri itu mengalami myndbreyting dini yang menyebabkan ia tak memiliki sepasang sayap seperti Papilionis yang lain. Kejadian ganjil tersebut terjadi selama 500 tahun sekali. Anak peri aneh itu pun diasingkan ke luar hutan oleh para tetua.

Selama 21 tahun itu Torir, Hinrik, Adalstienn, Dalla, Fridmar dan Lara menjalani kehidupan peri bersama, belajar di Menntun, membantu penyerbukan, menerbangkan bunga-bunga, memetik buah-buah dan banyak lagi keseruan yang menjadikan mereka sangat dekat. Tidak ada rahasia di antara mereka. Semua cerita akan mereka bagi satu sama lain. Mereka memiliki hari khusus dalam seminggu, yaitu Hari Kamis untuk berkumpul bersama, bercerita hal-hal apa saja yang mereka lakukan selama seminggu, walau dalam kenyataannya hampir 90% mereka melakukan kegiatan bersama.

Namun, selang beberapa hari setelah acara Jamuan Semi, di Hari Kamis di dalam rumah pohon yang khusus mereka siapkan untuk berkumpul, ke-6 peri pohon ini membahas sesuatu yang tak pernah mereka bicarakan sebelumnya. Yaitu mengenai cinta. Hinrik, Adalstienn, Dalla, Fridmar dan Lara hampir tertawa terpingkal-pingkal setelah Torir menceritakan perasaannya kepada seorang peri wanita yang dijumpainya di acara Jamuan Semi, beruntung waktu itu Torir menampilkan muka polos dan seakan penuh penyesalan sehingga sahabat-sahabatnya malah merasa kasihan.

“Kau bilang ia bermata hijau?” tanya Dalla. Di antara keenam peri itu dia yang paling banyak memiliki kenalan karena orang tua perinya bekerja sebagai pencatat daftar anggota suku Papilione. Ia slalu diminta untuk menemui nama-nama yang ada di dalam daftar.

“Ya bermata hijau, rambutnya kuning, sebahu. Aku tidak pernah bertemu dengannya, tapi aku yakin kalau ia seumuran dengan kita. Atau mungkin lebih muda.”

“Hanya ada beberapa peri wanita beruntung yang memiliki mata hijau tersebut.” Dalla mencoba mengingat-ingat, bola matanya diputar ke kanan dan kiri. “Dan yang seumuran atau lebih muda dengan kita hanya ada satu. Putri Larus, Arnleif.”

“Gila kau!” ucap Hinrik yang slalu tampak berapi-api. “Kau jatuh cinta kepada anak tetua? Anak Larus, Sang Yang Diakui?” Hinrik mengucapkan itu lalu menggelengkan kepala.

“Benarkah? Aku tak pernah tahu jika Larus punya anak peri.” Torir masih saja menampilkan muka datar, seakan ia belum memahami kondisinya.

“Arnleif sepertinya baru saja mengakhiri masa Menntun, 2 tahun setelah kita. Aku ingat pernah membahas itu dengan Ayah. Arnleif adalah peri wanita yang cerdas, ia mirip dengan Ibunya, Fridrika,” jelas Dalla.

Lara yang dari tadi hanya diam kini mulai menanggapi, “Hahaha, jadi kau mau jadi tetua, Torir? Dengan menikahi Arnleif? Sepertinya kawan kita satu ini sudah kehilangan akal!” Lara adalah peri wanita yang selalu blak-blakan, mengatakan apapun yang ingin ia katakan, walau kadang ucapannya mengandung ejekan, hinaan dan kejujuran.

Torir terdiam. Ia memikirkan sesuatu dan seorang peri wanita yang ia jumpai pada Jamuan Semi. Kini ia telah mengetahui nama peri wanita bermata hijau itu. Arnleif. Ketika mengeja namanya, Torir merasakan sebuah perasaan aneh yang merayap ke dadanya, ke kepalanya. “Tidak, tidak. Aku tidak berpikiran segila itu. Aku hanya tertarik dengannya, setelah perjumpaan kemarin.”

“Kalau aku tak masalah dengan apapun keputusanmu, Torir,” ucap Adalstienn, yang paling bijaksana di antara mereka. “Tapi kau juga harus ingat, bahwa hubungan serius peri wanita dan peri pria hanya diperbolehkan setelah kau mengalami myndbreyting. Dan kita masih 21 tahun,” Adalstienn terdiam sebentar lalu melanjutkan, “walaupun usia bukan parameter untuk mengambil keputusan myndbreyting. Tapi kau harus memikirkannya matang-matang.”

“Aku tidak menduga masalahnya akan serumit ini, Kawan. Aku hanya menyukainya. Tak ada pikiran sedikit pun mengenai hubungan yang lebih serius.” Torir mencoba menjelaskan apa yang tak diharapkannya, ia tahu bahwa ia menginginkan lebih daripada itu.

“Syukurlah!” ucap Lara.

Pertemuan rutin itu berakhir ketika orang tua peri memanggil nama-nama mereka menyuruh untuk pulang. Seperti biasa tidak ada hasil pembahasan yang serius dan bermanfaat bagi keenam peri tersebut, selain pengetahuan Torir mengenai Arnleif. Selama perjalanan menuju rumah pohonnya, ia berjanji untuk segera melupakan Arnleif, sebelum ia mengenal peri wanita itu lebih banyak.

Namun, sial bagi Torir. Niatnya untuk segera melupakan Arnleif kandas. Atas perintah tetua ia bersama Arnleif ditugaskan untuk mengurus Cabang Penyerbukan Bunga Solblomaolia bersama, untuk satu setengah tahun ke depan. Alasan tetua memberikan tugas itu kepada Torir karena ia paling berbakat di antara peri yang lain, atau kira-kira hanya itulah kemampuan yang ia bisa. Torir adalah peri pria yang unik, gabungan antara kepolosan dan romantisme. Coba bayangkan sendiri! Ia dapat membuat kata-kata indah secara tiba-tiba, tentu saja itu sangat menguntungkan bagi penyerbukan Bunga Solblomaolia.

Sedangkan Arnleif, sejak kecil ia sudah disiapkan oleh Larus untuk menggantikan posisi para tetua, dan dalam hal ini menggantikan posisi Fridrika, Ibunya. Ia harus seperti Ibunya yang menjadi pemantau penyerbukan Bunga Solblomaolia dan kelahiran anak-anak peri baru.

“Hai, aku Torir,” ucap Torir kepada Arnleif, “siapa namamu?” tanyanya walaupun ia telah tahu jawabannya.

“Aku Arnleif. Mohon bantuan untuk satu setengah tahun ke depan.”  Arnleif kembali menampilkan senyum yang manis yang membuat Torir meleleh.

“Hebat ya kau adalah anak Larus dan Fridrika! Aku beruntung bisa bekerja sama denganmu.”

“Apaan sih! Biasa aja kali.”

Seperti itulah perkenalan antara Torir dan Arnleif yang tak akan pernah mereka lupakan. Hari-hari berikutnya menjadi hari bahagia bagi Torir. Bagaimanapun sialnya ia karena gagal melupakan Arnleif, ia tetap bersyukur karena dapat dipersatukan dengan peri wanita itu. Di dalam Cabang Penyerbukan Bunga Solblomaolia mereka bertugas untuk mencatat pertumbuhan Bunga Solblomaolia, mengundang kupu-kupu, menjaga pencahayaan, unsur hara dan air. Dan khusus untuk Torir, ia bertugas melantunkan syair-syair indah di sekitar Bunga Solblomaolia. Karena saking bahagianya, tidak sadar Torir membacakan sebuah puisi kepada Arnleif.

Kau tahu, Kasih. Andai bunga-bunga ini tak bermekaran, maka aku masih tetap akan memandangi wajahmu, karena tak ada bedanya. Sama-sama indah.

23 kata itu yang diucapkan kepada Arnleif secara tak sadar. Setelah menyadari, Torir mengucapkan maaf walaupun ia tahu ia tak menyesalinya. Arnleif hanya tersenyum, lalu tertawa, lalu ia tak menyadari bahwa ia merasakan kehangatan ketika berada di dekat Torir.

Setiap hari Torir selalu bersemangat untuk datang ke kebun Bunga Solblomaolia. Walaupun jarak kebun dengan rumah pohonnya lebih jauh daripada rumah pohon Arnleif, Torir selalu datang lebih awal. Hari-harinya dipenuhi dengan kebahagiaan, ia melupakan peringatan para sahabatnya dulu. Mengenai hubungan dengan sahabat-sahabatnya, Torir hanya bisa berkumpul setiap Hari Kamis. “Kan bagus kalau aku punya kegiatan, sehingga ketika kita kumpul aku dapat menceritakan apa yang tak kalian ketahui,” ujar Torir kepada kelima sahabatnya yang melihat ada perubahan pada diri Torir.

Semakin hari, kedua pasang peri itu semakin dekat. Namun tidak selamanya diliputi kebahagiaan, kadang gara-gara keegoisan mereka (paling banyak keegoisan Torir) timbullah pertengkaran. Masalah sepele seperti lupa mencatat pertumbuhan bunga, berebut memanggil kupu-kupu, unsur hara yang kurang, membuat mereka tak bicara satu sama lain selama satu-dua hari. Beruntung bagi mereka jika ada yang mengalah dan mengakui kesalahan dan meminta maaf.

Tak terasa satu setengah tahun mereka lalui, mendekati akhir-akhir tugas mereka, baik Torir maupun Arnleif tidak pernah mengakui perasaan masing-masing. Semuanya dibiarkan menggantung dan biar menjadi misteri.

Hari terakhir tugas mereka pun masih sama seperti sebelumnya. Tak ada yang spesial, tak ada hadiah, tak ada apapun untuk mengingatkan kerja sama mereka selama satu setengah tahun ini. Torir yang sejak awal menyimpan perasaan itu kini mulai merasa ragu. Apakah Arnleif merasakan perasaan yang sama seperti yang ia rasakan? Apakah Arnleif menganggap Torir istimewa? Apakah Arnleif bahagia selama ini? Pertanyaan-pertanyaan itulah yang membuat Torir kembali menyesali kedekatannya dengan Arnleif. Andai memang di antara keduanya terdapat perasaan saling suka, ia bingung karena mereka berdua belum mengalamai Myndbreyting, belum diperbolehkan menjalin hubungan apapun. Tapi setidaknya bila ia tahu perasaan Arnleif sebenarnya, mereka dapat berkomitmen. Gagasan itulah yang di kemudian hari akan mengantar mereka ke ‘pertemuan terakhir’.

Keesokan harinya, Torir tak dapat menjumpai Arnleif dengan mudah. Ia kini memiliki banyak waktu dengan kelima sahabatnya dan membantu orang tua perinya. Sedangkan Arnleif tentu saja masih harus menjalani pendidikan sebagai penerus Fridrika.

Hari-hari Torir setelah tak lagi bekerja sama dengan Arnleif menjadi sangat sepi. Tak ada lagi peri wanita yang membuatnya bahagia dan bersemangat. Apa yang sedang dilakukan Arnleif sekarang? Pikir Torir.

Hari Bermekarnya Bunga Solblomaolia tiba. Hasil jerih payah dan usaha Arnleif dan Torir dapat dilihat pada hari ini. Apakah anak-anak peri yang lahir akan sebaik penerusnya atau tidak. Torir mengikuti acara itu dengan tak merasakan apa-apa, berbeda dengan para orang tua peri yang mendapat jatah untuk mengambil seorang anak peri baru. Mereka sangat bahagia.

Tiba-tiba seorang peri wanita membuyarkan lamunan Torir. Itu Arnleif. Peri wanita yang bekerja bersamanya selama ini tentu akan menghadiri pemekaran ini. Dia juga ikut serta dalam proses penyerbukan. Torir tak dapat memastikan perasaan apa yang kini ia rasakan. Senang atau sedih?

Arnleif berjalan mendekat ke arah Torir. Torir menjadi salah tingkah. Ia bingung ia akan menampilkan muka cuek atau muka peduli. Namun ia terlambat sampai Arnleif berkata, “Inilah waktunya. Selama satu setengah tahun, hasilnya dapat dilihat hari ini. Aku ikut senang dengan lahirnya anak-anak peri baru, walaupun aku bukan orang tua peri yang beruntung tahun ini. Bagaimana denganmu?”

Torir terdiam. Ia tak dapat memahami ucapan Arnleif yang menyiratkan banyak pesan. “Juga senang.”

“Seperti biasa, kau tampak polos, Torir. Andai kau memahaminya.” Setelah mengucapkan itu, Arnleif pergi menjauh.

Selama hampir 3 bulan, Torir masih menyimpan perasaan itu. Masih memiliki banyak pertanyaan. Walaupun tak sering berjumpa, jika memiliki waktu bersama Torir dan Arnleif masih dekat dan hangat seperti saat berada di Cabang Penyerbukan Bunga Solblomaolia.

Hampir dua tahun Torir dan Arnleif saling mengenal dan pernah dekat, hingga mereka berdua bertemu di tepi Danau Vatnio, di dalam hutan Skogur ketika bulan bersinar penuh keindahan. Percakapan saling canggung itu berlanjut.

“Ya sangat dekat kurasa.”

“Aku bersyukur pernah dekat denganmu, Arnleif.”

Arnleif hanya diam.

“Aku ingin menanyakan beberapa pertanyaan kepadamu. Kau tak keberatan?

Arnleif terdiam, menunduk, ketika ia kembali menatap wajah Torir, ia berkata, “Tentu saja!”

“Seperti yang sudah kukatakan kepadamu, aku ingin malam ini adalah yang terakhir kalinya kita berjumpa, kita berkomunikasi.”

“Aku ada salah ya?” ucap Arnleif sangat lirih, hampir-hampir Torir tak dapat mendengarnya.

“Tidak. Tidak. Kau tak salah, aku yang salah. Tidak sepantasnya kita sedekat ini, aku menyesal.”

“Apa yang ingin kau tanyakan?”

“Oh iya, aku hampir lupa,” Torir kini terdiam, ia menimbang-nimbang pertanyaan seperti apa yang akan ia tanyakan, lalu ia melanjutkan, “selama 2 tahun ini, kamu menganggap aku sebagai apa? Kedekatanku, kepedulianku, perhatianku.” Torir hampir tak percaya bahwa ia berhasil mengeluarkan kata-kata itu dari mulutnya.

“Hmm..apa namanya. Ya, sebagai ..” Torir tak percaya melihat Arnleif kehabisan kata-kata seperti itu, tak biasanya Arnleif terlihat gugup. “Ya sebagai teman, sebagai partner, seperti yang biasa kau katakan.”

Mendengar kata “teman” dan “partner” seakan menggugurkan semua harapan Torir. Kini ia sadar bahwa ia terlalu banyak berharap ke peri wanita tersebut, peri yang telah disiapkan untuk menggantikan Fridrika. Dia terlalu sempurna untuk dimenangkan, pikir Torir. Walaupun hatinya kini terasa sakit, ia berusaha keras untuk tersenyum dan meneruskan percakapan, “Senang rasanya mengetahui perasaanmu sesungguhnya. Kau tahu? Sebenarnya, selama ini aku menyimpan perasaan kepadamu. Aku menyukaimu sejak awal aku melihatmu, saat Jamuan Semi. Andai waktu itu aku tak ikut acara itu.” Torir mendengus. “Dan yang paling parah adalah kenapa aku menerima perintah tetua untuk bekerja di Cabang Penyerbukan Bunga Solblomaolia, sehingga aku yang sejak awal ingin melupakanmu malah harus terikat denganmu.”

Arnleif berusaha menjawab, “Kau tak seharusnya menyesali apapun.”

“Ya, tentu saja! Kau benar! Aku dan duniaku. Egoku dan sifat kekanak-kanakanku.”

“Kau masih punya kesempatan.” Arnleif tahu bahwa ia juga merasakan kehangatan ketika berada di dekat Torir. Ia menyukai semangat dan kegigihan pria itu. Namun ia tak suka sifat kekanak-kanakan Torir.

Torir memikirkan perkataan Arnleif, mencoba menerka arti tersirat dari kata “kesempatan”. Walaupun ada sedikit gagasan bahwa kesempatan itu berarti kesempatan untuk memiliki Arnleif, tapi Torir menepis harapan itu, tak ingin berharap lagi. “Apa maksudmu?”

“Jadilah dewasa.” Sebuah ucapan terakhir yang keluar dari mulut Arnleif.

“Aku berjanji.” Torir mengangguk ketika melihat Arnleif tersenyum dan berbalik, pergi meninggalkannya seorang diri.

Maka sampailah Torir di upacara myndbreyting malam ini. Para Papilionis mengucapkan semacam doa-doa ketika Tetua memotong sayap yang sejak lahir melekat di punggung Torir. Ia mengernyit kesakitan namun ia memahami makna kedewasaan. Perubahan bentuk ini akan menjadi awal bagi kehidupan baru Torir.

Setelah hampir 2 jam, menghilangkan rasa sakit dengan ramuan-ramuan. Torir berdiri dan berjalan ke arah orang tua perinya. Mengucapkan terima kasih karena telah merawatnya selama ini. Mereka berpelukan bukan untuk yang terakhir. Mereka masih dapat berjumpa kembali.

Lalu Torir mendatangi Hinrik, Adalstienn, Dalla, Fridmar dan Lara, kelima sahabat yang selama ini menemaninya.

“Bagaimana rasanya sayap-sayap itu dipotong?” tanya Dalla.

“Kau harus segera mencobanya,” jawab Torir.

“Doakan saja.”

“Kemana kau setelah ini?” Kali ini Adalstienn mengajukan pertanyaan.

“Seperti Papilionis yang telah myndbreyting yang lain, yang memutuskan untuk keluar hutan, menyamar sebagai seorang imigran. Aku berpikir untuk pergi ke Reykjavík.”

“Kudengar di sana sangat menarik,” ucap Hinri.

“Ya, akan kuceritakan kepada kalian jika aku kembali.”

“Segera lupakan Arnleif, supaya kita bisa berkumpul kembali. Atau mungkin kau harus merasakan cinta seorang manusia!” Lara kembali mengatakan apa yang ada di dalam pikirannya.

“Oke. Omong-omong, Fridmar untuk yang terakhir kali, kau masih tak mau mengatakan sesuatu?” Kata-kata Torir itu membuat Hinrik, Adalstienn, Dalla, Lara melihat ke arah Fridmar, yang paling pendiam.

“Semoga kau sukses,” ujar Fridmar sekenanya.

“Kalian juga.” Setelah itu mereka semua berangkulan bukan untuk yang terakhir.

“Oh iya, tolong sampaikan ini kepada Arnleif.” Torir menyerahkan secarik kertas kepada Dalla. Dalla mengangguk.

“Sampai jumpa, semuanya.” Torir melambai ke arah Para Papilionis. Ia tak sanggup menatap wajah Arnleif, peri wanita yang masih ia cintai.

Setelah Arnleif melihat Torir keluar hutan. Ia diberi pesan titipan Torir.

“Kalau memang kita berjodoh, kita akan dipertemukan kembali. Dan yang terpenting adalah setelah kau mengalami myndbreyting. :)”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Dua Ekor Burung Merpati

Alkisah, di sebuah hutan terdapat 2 ekor burung merpati yang bersahabat. Burung merpati putih dan burung merpati berwarna cokelat. Mereka berdua adalah sahabat sejati. Keduanya saling menolong dan membantu jika ada salah satu di antara mereka yang membutuhkan. Tidak hanya kepada sahabatnya, mereka terkenal baik hati kepada seluruh penghuni hutan. Baik merpati putih maupun merpati cokelat adalah burung yang ramah dan jujur. Hanya saja merpati putih yang lebih cerdas daripada merpati cokelat. Merpati putih suka mencari tahu tentang segala hal.  Merpati putih selalu bersama merpati cokelat kemana pun mereka pergi, mulai dari mencari makan, belajar dan mengunjungi teman yang lain. Penghuni hutan yang lain sudah mengetahui persahabatan di antara keduanya, bahkan sang raja hutan, yaitu singa yang memberikan istilah sahabat sejati kepada keduanya. Pada suatu hari yang cerah, saat merpati putih dan merpati cokelat terbang bersama, mereka melihat kerumunan binatang di bawah mereka.

Rahasia di Balik Nama 'Soi'

ii..So'i takok ii.. ii..So'i takok ii... ii..So'i takok ii.. (RE: ii..So'i tanya ii) Tulisan diatas adalah lagu yang sering dinyanyikan Gentong, saat bertanya tentang pelajaran kepadaku.   SOI. Nama yang terdiri dari 3 huruf ini menjadi saksi perjalanan hidupku. Setiap orang yang bertemu dan mengetahui nama populerku, yaitu soi, mereka bertanya, apa hubungannya Safrizal Ariyandi dengan Soi. Namun, nama Soi atau yang sekarang bisa menjadi Soimin, Somen, atau Sombe, memiliki perjalan panjang dalam penciptaan nama tersebut. Melalui artikel ini, aku akan mengungkapkan rahasia di balik nama yang melegenda tersebut.

Ekspresi Galau dalam Bahasa Jepang

suatu ketika, saya ngetweet di @bhsjepang, sekalian menambah ekspresi2 dalam bahasa jepang, lalu ada follower yang mention, "tema hari ini galau ya?" hehehe, jadi saya membuat rangkuman tweet saya yang dikira galau tersebut, 1. aishitemo ii desu ka | bolehkah aku mencintaimu? 2.  anata no egao ga daisuki desu yo | aku sangat suka senyumanmu lo 3. konban, boku no yume ni anata o aitai desu | malam ini, aku ingin bertemu dg mu di dalam mimpiku